Ketika pembaca datang ke pelabuhan, bandara, atau daerah
perbatasan tertentu di seluruh Indonesia, Saudara mungkin akan bertemu dengan
seseorang dengan ciri-ciri berseragam biru-biru, dengan tanda pangkat di
pundak, terdapat atribut di dada dan lengan bertuliskan Customs and Exices,
pada saat tertentu akan menggunakan bivak, dan tiba-tiba memeriksa barang
bawaan Anda, maka Anda tidak perlu khawatir, Dia adalah Petugas dari Direktorat
Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Dia melakukan pemeriksaan barang yang dibawa
oleh semua orang yang akan memasuki Daerah Pabean Indonesia, dengan tujuan
untuk memastikan bahwa barang-barang yang dibawa adalah aman dan tidak
membahayakan Keselamatan dan Keamanan Bangsa dan Negara Indonesia. Namun perlu
diketahui bahwa itu hanya salah satu dari beberapa tugas utama dari Ditjen Bea
dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan salah satu
unit eselon satu di Kementerian Keuangan. Dia setara dengan unit eselon satu
lainnya di Kementerian Keuangan seperti Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran, Ditjen
Pengelolaan Utang, dsb. Ditjen Bea dan Cukai berkantor pusat di Rawamangun,
tepatnya di Jl. Jenderal A. Yani (By Pass) Jakarta Timur. Ditjen Bea dan Cukai
dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal (Dirjen) yang merupakan pejabat eselon
satu dan orang nomor satu di Ditjen Bea dan Cukai.
Dalam mendukung pelaksanaan tugas unit eselon 1,
Ditjen Bea dan Cukai membentuk unit-unit eselon dua di seluruh Indonesia baik
di pusat maupun daerah. Biasanya unit eselon dua tersebut berkedudukan di Ibu
kota Provinsi di seluruh Indonesia. Sebagai contoh adalah Kantor Wilayah
(Kanwil) DJBC NAD, Kanwil DJBC Sumatera Utara, Kanwil DJBC Kalimantan Barat,
dsb. Disamping beberapa Kantor Wilayah, di Ditjen Bea dan Cukai juga memiliki
Kantor Pelayanan Utama (KPU) yang merupakan unit yang setara dengan eselon dua.
Di Indonesia baru terdapat dua Kantor Pelayanan Utama yaitu KPU BC Tipe A
Tanjung Priok dan KPU BC Tipe B Batam.
Untuk mendukung kinerja tiap-tiap eselon 2, maka
dibentuklah Kantor-Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai, Pangkalan
Sarana Operasi, Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB), Pos Lintas
Batas, dsb, diseluruh Indonesia.
Dalam lingkup Internasional, Ditjen Bea dan Cukai
sendiri merupakan bagian dari suatu organisasi kepabeanan dunia yang bernama World
Customs Organization (WCO). WCO sendiri bermarkas di Brussel, Belgia, dan
dipimpin oleh seorang Sekertaris Jenderal. Untuk saat ini, terhitung sejak 1
Januari 2009, yang menjadi sekretaris Jenderal WCO adalah Kunio Mikuriya dari
Jepang.
Mungkin yang terbayang dibenak banyak orang dan sering
muncul di media massa adalah bea dan cukai identik dengan penyelundupan dan
penegahan Narkotika. Itu tidak salah, namun tugas bea dan cukai tidak hanya
itu, itu hanya salah satu fungsi utama dari bea dan bukai. Perlu diketahui
bersama bahwa bea dan cukai sesungguhnya masih memiliki tiga fungsi lain selain
fungsi tersebut. Jika dijabarkan maka keempat fungsi utama tersebut adalah fungsi
sebagai revenue collector (penghimpun keuangan negara), fungsi sebagai trade
fasilitator (memfasilitasi kelancaran perdagangan), fungsi sebagai industrial
assistance, dan fungsi sebagai community protector.
Sebagai revenue
collector, Bea Cukai bertugas menghimpun penerimaan negara yang merupakan
sumber APBN negara Indonesia. Sumber tersebut diperoleh dari penerimaan Bea
Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor. Untuk tahun 2014, penerimaan bea cukai
mencapai Rp. 117,2 trilliun dari target penerimaan sekitar Rp. 116 trillun.
Artinya, penerimaan bea dan cukai untuk tahun 2014 mampu melewati target yang
diberikan.
Terkait dengan Trade
Fasilitator, tugas bea dan cukai menjadi lebih luas lingkupnya yaitu bukan
lagi hanya mementingkan kepentingan nasional, tetapi juga mempertimbangkan
kepentingan dunia internasional. Sebagai negara yang terlibat dalam perdagangan
dunia, Indonesia harus ikut memastikan bahwa kebutuhan akan barang-barang
keperluan hidup masyarakat Internasional terpenuhi. Indonesia harus memastikan
bahwa barang-barang perdagangan yang keluar atau masuk daerah pabean Indonesia tidak
terhambat, sehingga kepentingan masyarakat Indonesia dan dunia internasional tidak
terganggu. Salah satu langkah yang dilakukan oleh bea dan cukai untuk
memperlancar perdagangan Internasional tersebut adalah dengan pengurangan tarif
bea masuk.
Terkait dengan industrial
assistance, bea dan cukai bertugas melindungi dan membantu Industri dalam
negeri agar tetap mampu bersaing ditengah-tengah tingginya importasi karena
adanya perdagangan bebas. Contoh yang dapat diambil adalah adanya larangan
importasi barang-barang tertentu yang dapat mengancam produksi dan pemasaran
hasil industri dalam negeri, misal: larangan importasi ikan, jeruk, dsb.
Fungsi yang keempat dari Bea Cukai adalah community protector. Sebagai community protector, bea cukai bertugas
melindungi bangsa Indonesia dari masuknya atau keluarnya barang-barang yang
dapat mengancam dan membahayakan keselamatan, kesejahteraan, dan kedaulatan
masyarakat dan bangsa Indonesia. Barang-barang tersebut dapat berupa barang
yang dilarang maupun barang yang dibatasi keluar maupun masuk Indonesia. Contoh
barang larangan antara lain senjata api, narkotika, psikotropika dan prekursor,
dll. Contoh barang yang dibatasi antara lain barang-barang hasil pertanian yang
jumlahnya terbatas dan hanya cukup untuk kebutuhan dalam negeri.
pertanyaan yang sering muncul di benak Kita adalah apa
tantangan yang dihadapi oleh bea dan cukai di era saat ini dan akan datang?
Dengan adanya perdagangan bebas dunia (free trade), fungsi bea dan cukai
sebagai revenue collector akan
semakin berkurang dan bahkan hilang, karena dengan adanya perdagangan bebas,
semua negara yang terlibat harus mengurangi bahkan menghapus barrier (hambatan) yang dapat mengganggu
perdagangan bebas. Salah satu barrier atau
hambatan tersebut adalah tarif bea masuk. Dengan adanya penghapusan barrier tersebut, maka fungsi bea cukai
hanya tinggal tiga yaitu trade
fasilitator, industrial assistance dan community
protector.
Hilangnya fungsi revenue
collector tidak serta merta akan mengurangi tanggungjawab bea dan cukai.
Justru dengan adanya penghapusan tarif karena adanya perdaganan bebas, tugas
bea dan cukai menjadi semakin berat. Dengan adanya perdaganan bebas tersebut,
makin banyak barang-barang dari luar negeri yang akan berlalu-lalang bebas
masuk ke wilayah Indonesia. Dengan demikin, otomatis resiko akan masuknya
barang-barang yang dapat mengancam keselamatan, kesejahteraan, dan kedaulatan
bangsa Indonesia semakin besar. Disitulah fungsi bea dan cukai sebagai community protector akan diuji dan
dipertaruhkan.
Sebagai community
protector, bea dan cukai Indonesia menghadapi tantangan dan ancaman yang
sangat berat. Tantangan berat yang dihadapi
adalah tidak sebandingnya fasilitas dan jumlah personil yang dimiliki dengan
luas wilayah Indonesia. Bisa dibayangkan dengan jumlah kapal patroli yang
dimiliki oleh bea dan cukai yang hanya sekitar 114 unit dan jumlah pegawai
aktif yang berkisar 10.000 orang, bea dan cukai harus mampu mengawasi arus
keluar masuk barang dari dan ke wilayah Indonesia yang luas wilayahnya terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra
Hindia dan Samudra
Pasifik, dengan luas daratan Indonesia sekitar 1.922.570 km²
dan luas perairan sekitar 3.257.483 km². Namun hal tersebut tidak sedikitpun
menyurutkan semangat aparat bea dan cukai untuk terus berupaya menjaga dan
melindungi masyarakat dan bangsa Indonesia dari penyeludupan barang-barang yang
berbahaya.
Beberapa langkah strategis yang dilakukan oleh Ditjen
Bea dan Cukai dalam menyikapi keterbatasan fasilitas dan jumah personel
tersebut antara lain dengan dibentuknya Kawasan Pabean dan Pos Lintas Batas di
beberapa wilayah Indonesia yang dipandang strategis. Dengan dibentuknya kawasan
pabean, menjadikan barang yang akan keluar maupun masuk daerah pabean Indonesia
hanya bisa dibongkar di kawasan pabean, kecuali dalam keadaan tertentu dapat
dibongka diluar kawasan pabean. Artinya, meskipun dengan wilayah Indonesia yang
begitu luas dan tidak dimungkinkan untuk menempatkan petugas bea cukai di
sepanjang batas daerah pabean Indonesia, Indonesia masih bisa mengawasi seluruh
barang yang keluar dan masuk wilayah Indonesia.
Langkah kedua yang ditempuh untuk mengatasi
keterbatasan fasilitas dan jumlah personil adalah dengan mendirikan pos lintas
batas di pintu perbatasan dengan negara lain. Contoh pos lintas batas yang
dibangun antara lain di perbatasan Indonesia-Timor Leste, Perbatasan Indonesia-Papua
Nugini, dan di Perbatasan Indonesia-Malaysia. Dengan seperti itu, arus barang
yang keluar maupun masuk dari negara lain dapat diarahkan melewati pos tersebut
sehingga dapat di awasi dengan baik.
Aparat bea dan cukai khususnya yang bertugas di perbatasan
dengan negara lain secara tidak langsung merepresentasikan bangsa Indonesia. Warga
Indonesia yang pertama kali ditemui oleh warga negara asing yang hendak masuk
wilayah Indonesia terutama jika melewati pos lintas batas adalah aparat bea dan
cukai. Artinya, apapun yang ditampilkan oleh aparat bea dan cukai dalam
melayani dan menghadapi pelintas batas, itulah yang akan menjadi tolak ukur
para pelintas batas terhadap karakter bangsa Indonesia. Hal tersebut sebaiknya
jangan dijadikan suatu beban berat, justru jadikanlah hal tersebut sebagai
kebanggaan dan motivasi tersendiri bagi aparat bea dan cukai, karena di tangan
merekalah reputasi dan nama baik bangsa Indonesia ditentukan.
Oleh sebab itu, demi nama baik, keselamatan, dan
kedaulatan bangsa Indonesia, sudah seharusnya kinerja bea dan cukai khususnya
yang berada di perbatasan harus senantiasa ditingkatkan. Langkah yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan kinerja tersebut antara lain:
1. Tingkatakan
fasilitas kerja terutama IT (Information
Technology). Dengan penggunaan IT yang menyeluruh di Ditjen Bea dan Cukai
mulai dari pusat sampai dengan perbatasan akan memudahkan koordinasi dan
penyelesaian tugas-tugas yang diemban oleh aparat bea dan cukai. Apabalagi jika
INSW (Indonesia Nasional Single Window)
dapat diterapkan di seluruh kantor pabean di Indonesia, maka pelayanan
kepabeanan akan semakin cepat dan terintegrasi.
2. Aparat Bea
dan Cukai di perbatasan sering berhubungan dengan pelintas batas yang notabene adalah warga negara asing, maka
dari itu demi kelancaran tugas, perlu diadakan kursus bahasa asing agar
komunikasi antara aparat dan pelintas batas tetap berjalan lancar.
3. Di
perbatasan, Bea dan Cukai tidak bekerja seorang diri. Mereka bekerja bersama-sama
dengan instansi terkait lainnya dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing,
namun dengan tujuan sama yaitu bersama-sama menjaga keamanan, kesejahteraan,
dan kedaulatan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, untuk mendukung kelancaran
tugas, bea dan cukai harus senantiasa menjaga dan meningkatkan kerjasama dengan
instansi lain. Langkah yang dapat ditempuh antara lain dengan sosialisasi tugas
dan fungsi bea dan cukai kepada Instansi terkait, mengadakan patroli bersama
dengan instansi terkait lainnya, sehingga kekompakkan dan kerjasama dengan
instansi lain dapat terjaga. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 10
tahun 1995 jo. Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan disebutkan
bahwa dalam mendukung keberhasilan tugas, bea dan cukai dapat meminta bantuan
kepada instansi terkait lainnya jika membutuhkan. Dengan kuatnya kekompakkan
dan kerjasama tersebut, maka akan memudahkan koordinasi antara bea dan cukai dengan
instansi lain saat saling membutuhkan.
4. Keamanan
terbaik suatu negara adalah kemanan rakyat semesta. Artinya cara yang paling
baik untuk menjaga keamanan negara adalah dengan melibatkan seluruh masyarakat
Indonesia. Oleh sebab itu, agar tujuan keamanan rakyat semesta dapat terwujud,
maka perlu adanya hubungan baik dan kuat antara aparat bea dan cukai dengan
masyarakat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh bea dan cukai antara lain
dengan melakukan sosialisasi tugas dan fungsi bea dan cukai kepada masyarakat
sekitar, mengadakan bakti sosial, mengadakan kegiatan mengajar kepada
masyarakat sekitar, mengadakan kegiatan sharing antara masyarakat sekitar
dengan bea dan cukai, dan kegiatan-kegiatan positif lain yang dapat mempererat
hubungan masyarakat sekitar dengan aparat bea dan cukai.
5. Bekali
petugas bea dan cukai di perbatasan dengan ilmu kepemimpinan (leadership) sehingga wibawa aparat bea
dan cukai di mata masyarakat dan para pelintas batas dapat terjaga.
6. Mengingat
daerah perbatasan merupakan daerah rawan akan tindak kejahatan, maka untuk
mendukung kinerja dan meningkatkan kepercayaan diri, perlu adanya pembekalan petugas
bea dan cukai dengan ilmu beladiri, baik beladiri tanpa senjata maupun beladiri
dengan senjata. Bila diperlukan, dapat membekali aparat bea dan cukai di
perbatasan dengan senjata api.
7. Agar kinerja
baik, maka perlu adanya fasilitas pendukung yang baik pula. Salah satu
fasilitas yang diperlukan untuk menunjang tugas mereka adalah rumah dinas yang
layak. Dengan adanya rumah dinas, maka petugas bea dan cukai tidak perlu
khawatir lagi akan kebutuhan tempat tinggal baik yang belum berkeluarga maupun
yang sudah berkeluarga. Dengan adanya rumah dinas pula, pengeluaran mereka
dapat dikurangi, karena mereka tidak harus menyisihkan penghasilannya untuk
menyewa rumah. Dengan demikian mereka akan tenang dalam bertugas dan kinerja
menjadi baik.
8. Perlu adanya
sistem mutasi yang baik di lingkungan Ditjen Bea dan Cukai baik yang
diperbatasan maupun bukan perbatasan. Pola mutasi yang dapat diterapkan antara
lain dengan sistem mutasi rutin tiap 2 tahun atau periode tertentu lainnya.
Dengan adanya pola mutasi yang rutin tersebut, diharapkan tidak adanya rasa
kekhawatiran yang dirasakan oleh aparat bea dan cukai bahwa mereka akan terus
ditempatkan diperbatasan tersebut, sehingga kinerja baik tetap terjaga. Selain
itu, dengan adanya pola mutasi yang baik, maka kemungkinan tindakan KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dapat terhindar, karena pegawai yang sudah
terlalu lama mendiami suatu tempat tugas tertentu akan cederung lebih mudah
melakukan tindakan KKN. Dengan adanya pola mutasi yang baik pula dapat
menghilangkan kekhawatiran akan rasa jenuh, bahkan dapat terus meningkatkan
kualitas kerja ditempat yang baru.
9. Perlu adanya
reward dan punishment yang baik, adil, dan tegas bagi aparat bea dan cukai di
perbatasan. Dengan pemberian reward
kepada pegawai yang berprestasi akan berakibat pada meningkatnya kinerja
pegawai bersangkutan dan pegawai lainnya. Dan dengan adanya punishment yang
tegas dan adil terhadap pegawai yang melanggar, akan berdampak pada
kehati-hatian dalam bekerja dan peningkatan kualitas kerja. Sebagaimana kita
ketahui bahwa kesalahan sedikit di daerah perbatasan dapat menimbulkan ancaman
besar pada keselamatan bangsa Indonesia.
Mudah-mudahan dalam menghadapi perdagangan bebas pada
era saat ini dan era mendatang, bea dan cukai tetap terus mampu memberikan
kinerja terbaiknya, sehingga harapan yang tinggi dari masyarakat akan keamanan,
kesejahteraan, dan kedaulatan negara dapat terwujud.
Jayalah terus bea dan cukai, doa dan dukungan
masyarakat akan terus mengalir di dalam darahmu. Pengorbananmu kepada bangsa
dan negara Indonesia adalah kebanggaan Kami.
Insya Allah Tuhan selalu melindungimu.
Bravo Bea dan Cukai, Bravo Indonesia!!
Ditulis oleh
: Bayu Dwi Nurcahyo (PAMAKJA 2013)
email : bdwinurcahyo@gmail.com,
blog: www.bdwinurcahyo.blogspot.com