PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA DAN KEMUNGKINAN PENERAPANNYA
DI INDONESIA
Bayu Dwi Nurcahyo
Email : bdwinurcahyo@gmai.com
Abstrak : China (RRC) adalah sebuah
negara
komunis dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi
melebihi 1,3 miliar jiwa. Sejak didirikan pada 1949, RRC telah dipimpin
oleh Partai Komunis Cina (PKC). Sekalipun disebut
sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi republik ini
telah diswastakan
sejak tiga dasawarsa yang lalu. Namun pemerintah masih mengawasi ekonominya
secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan
sektor perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu
partai. Meskipun sudah dikuasai oleh satu partai yang sangat kuat, yang berarti
bahwa hampir seluruh rakyat China tunduk pada pemerintahnya, bukan berarti
China terlepas dari ancaman yang dapat meruntuhkan Negara tersebut. Seperti
yang diungkapkan oleh Hu Jintao sesaat sebelum meletakkan jabatannya, bahwa
korupsi adalah ancaman terbesar China. Kegagalan membendung korupsi dapat
menyebabkan keruntuhan partai dan jatuhnya Negara China.
Kata Kunci: korupsi, China, Hukuman Mati,
Pelanggaran HAM.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komitmen kuat
penguasa China untuk memberantas korupsi sudah dimulai sejak masa Zhu Rongji
(1997-2002). Pemberantasan korupsi yang dilakukan Perdana Menteri China itu,
merupakan bagian dari reformasi birokrasi. Langkah ini memberikan kepastian
hukum sehingga mendorong iklim investasi yang mampu menghimpun dana asing senilai
50 miliar dollar AS setiap tahun. Pertumbuhan ekonominya langsung melesat–
terlepas dari kelemahannya.
Sayangnya langkah itu
justru menyurut di bawah Presiden Jiang Zemin pada awal 2000-an. Jiang
menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya– geng Shanghai.
Jiang Mianheng putra sulungnya, selain difasilitasi dalam usaha bisnisnya, juga
diberi jabatan. Jiang pun menghimpun dana tak terbatas dari sejumlah departemen
untuk menindas kelompok politik dan spiritual yang dianggap sebagai musuhnya,
seperti Falun Gong.
Setelah Hu Jintao
berkuasa, api pemberantasan korupsi kembali menyala. Penguasa China itu
memperingatkan kepada para anggotanya bahwa korupsi mengancam partai di tampuk
kekuasaan. Baginya, kekuasaan PKC tidak bisa dianggap keniscayaan semata,
sedangkan gerakan antikorupsi merupakan “perjuangan hidup dan mati” bagi partai
komunis.
Seperti
yang diungkapkan oleh Hu Jintao sesaat sebelum meletakkan jabatannya, bahwa
korupsi adalah ancaman terbesar China. Kegagalan membendung korupsi dapat
menyebabkan keruntuhan partai dan jatuhnya Negara China. Oleh sebab itu, untuk
menjaga keutuhan negara perlu dilakukan upaya-upaya terbaik dalam pemberantasan
korupsi.
1.2. Rumusan Masalah
Pokok-pokok
masalah yang dibahas dalam tulisan ini yaitu tentang :
a.Langkah-langkah
pemberantasan korupsi yang dilakukan di China dari masa Zhu Rongji sampai
dengan Hu Jintao.
b.Kemungkinan
penerapan vonis mati bagi koruptor di Indonesia.
2. PEMBAHASAN
Zhu Rongji Perdana Menteri China (1998-2003) berhasil
memberantas tuntas korupsi di negeri China, terutama berkat pelaksanaan dari fatwanya yang terkenal di seluruh
dunia
yaitu (”To eradicate
CORRUPTION, I've prepared 100 coffins. 99 for corrupt officials and one for
myself, if I do the same,” said by Zhu Rongji, Premier 1998–2003.). Melalui mekanisme hukuman mati
tersebut, Korupsi di China menurun drastis, dan China menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia yang diakui dan disegani
oleh negara-negara barat, buktinya Amerika Serikat konon kabarnya sampai meminta bantuan keuangan dari China untuk mengatasi utang Negara tersebut.
Saat Hu
Jintao berkuasa, Hu memilih melakukan langkah pembersihan bukan dengan
mengirimkan sebanyak mungkin politikus nakal ke tiang gantungan, namun demikian
bukan berarti Hu menghapus hukuman mati. Salah satu upaya bersih-bersih itu
adalah dengan memperketat pengawasan intra-partai, penegakan hukum, serta
pengawasan melalui opini publik, untuk memastikan bahwa para pelaksana
kekuasaan melakukannya secara transparan. "Semua orang yang melanggar disiplin
Partai dan undang-undang negara, siapa pun mereka dan apa pun kekuasaan atau
posisi resmi mereka, harus dibawa ke pengadilan tanpa ampun," kata Hu.
Terbukti sepanjang
2004, pemerintahan Hu telah menghukum sebanyak 164.831 anggota partai karena
menguras uang negara lebih dari 300 juta dollar AS. Sebanyak 15 diantaranya
menteri. Selama 6 bulan pertama 2007, angka resmi menyebutkan 5.000 pejabat
korup dijatuhi hukuman. Terakhir, mantan Direktur Administrasi Negara untuk
Makanan dan Obat-obatan Zheng Xiaoyu yang terbukti menerima suap 6,5 juta yuan
(sekitar Rp 75 miliar) dieksekusi mati.
Sampai
saat ini sejumlah langkah pemberantasan korupsi tak hentinya dilakukan
pemerintah China. Baru-baru ini, nama-nama dan gambar pejabat negara yang korup
dipajang dalam sebuah pameran di Beijing. Warganya juga dididik agar membenci
koruptor melalui game online, dimana para pejabat yang korup boleh dibunuh
dengan senjata, ilmu hitam, atau disiksa. Ini bukti keseriusan China dalam
memberangus korupsi, sehingga ancaman akan kehancuran China dapat terhindar.
Namun, sejauh ini diantara semua hukuman tersebut, hukuman mati-lah yang paling
signifikan pengaruhnya dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut terbukti pada
masa pemerintahan Zhu Rongji
pada tahun 1998-2003.
Yang menjadi pertanyaan
adalah dapatkah hukuman mati bagi para koruptor dapat diterapkan di Indonesia?
Hukum Indonesia
menetapkan bahwa pidana mati merupakan salah satu pidana pokok yang dijatuhkan
kepada pelanggar hukum dan pelanggar HAM berat. Hal ini dapat kita lihat dari
pasal 10 KUHP yang menyebutkan pidana mati sebagai salah satu jenis pidana
pokok yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa berdasar bukti-bukti formil maupun
materil yang ada. Meskipun secara normatif pidana mati ada dan memiliki
kekuatan hukum atas vonis dan eksekusinya, akan tetapi perdebatan mengenai
pidana mati tetap ada dan berkembang seiring dengan perubahan paradigma
masyarakat akan pidana mati. Banyak orang yang mulai menanyakan apakah pidana
mati masih layak atau relevan sebagai suatu hukuman di Indonesia?. Bila ditilik
lebih jauh, pertanyaan seperti itu sebenarnya muncul sebagai refleksi atas
inkonsistensi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Orang-orang yang
mempertanyakan legalitas hukuman mati mendasarkan argumentasinya pada pasal 28
A UUD 1945 yang menyebutkan, ‘setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya’.
Harus diakui bahwa
secara hermeneutik, pasal 28 A bertentangan dengan KUHP pasal 10 maupun peraturan
perundang-undangan lain yang mengatur tentang pidana mati. Akan tetapi, yang
menjadi persoalan adalah apakah secara filosofis, muatan pasal 28 A dengan KUHP
pasal 10 atau peraturan perundangan lainnya saling bertentangan satu sama
lain?. Pertanyaan inilah yang sampai kini belum mendapat jawaban yang
akseptabel bagi semua pihak.
Dalam UU No.31 tahun
1999 mencantumkan pidana mati sebagai pidana atas terdakwa yang terbukti
melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut tergambar dalam pasal 2 ayat 2
yang menyebutkan ‘dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’. Dalam
penjelasan undang-undang ini, ‘keadaan tertentu’ dimaksudkan bahwa pidana mati dijatuhkan
atas tindak korupsi yang dilakukan saat negara berada dalam keadaan bahaya
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam
nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara
dalam keadaan krisis moneter. Jadi, secara normatif pidana mati hanya
dijatuhkan atas tindak pidana korupsi tertentu, bukan tindak pidana korupsi
secara umum. Hal ini pun semakin menegaskan bahwa pidana mati tidak merampas
hak hidup seseorang; pidana mati bukanlah pidana yang diterapkan pada semua
tindak pidana; pidana mati adalah pidana yang sifatnya kasuistik dan melalui
serangkaian proses panjang untuk menjatuhkannya.
Dalam kasus tertentu
hukuman mati tidak melanggat HAM dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hal
ini dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 dengan redaksi ‘....melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencedaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam
memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial’[6]. Pemerintah memiliki kewajiban untuk senantiasa menjaga
ketentraman dan integrasi bangsa dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun
dari luar. Karena itu, tindak pidana korupsi pada kasus-kasus tertentu tersebut
harus dihukum seberat-beratnya dengan pidana mati dengan berdasar pada tekad
untuk menjaga integrasi bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Sebagai tambahan,
bahwa hukuman mati tidaklah bertentangan dengan UUD 1945 karena konstitusi
Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi manusia. Hak azasi yang
diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I
Bab XA UUD 1945, menurut MK, dibatasi oleh pasal selanjutnya yang merupakan
pasal kunci yaitu pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus
menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban
umum dan keadilan sosial[7].
3. KESIMPULAN
Berbagai mekanisme
hukuman telah dilakukan oleh Pemerintah China guna memberangus korupsi di
negara tersebut, mulai dari hukuman teringan sampai dengan hukuman terberat
yaitu vonis mati. Sejauh ini diantara semua hukuman tersebut, hukuman mati-lah
yang paling signifikan pengaruhnya dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut
terbukti pada masa pemerintahan Zhu Rongji pada tahun 1998-2003.
Dalam ‘keadaan
tertentu’ pidana mati atas koruptor dapat diterapkan di Indonesia. Hal tersebut
bukan merupakan suatu pelanggaran HAM dan tidak bertentangan dengan UUD 45.
Keadaan tertentu yang dimaksud adalah tindak korupsi yang dilakukan saat negara
berada dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada
waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi,
atau pada waktu negara dalam keadaan krisis moneter.
4. DAFTAR PUSTAKA
(1)
http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Cina.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(2)
http://www.voaindonesia.com/content/presiden-tiogkok-korupsi-dapat-berakibat-fatal-bagi-partai-komunis/1541757.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(3)
http://tahukah-andaa.blogspot.com/2012/05/tahukah-anda-cara-negara-cina.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(4) https://id-id.facebook.com/permalink.php?story_fbid=315826045138495&id=56763136612.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(5)
http://selasarselusur.blogspot.com/2013/07/hu-jintao-koruptor-harus-diadili-tanpa.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(6)
http://www.terindikasi.com/2012/05/cara-negara-cina-memberantas-korupsi.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
(7)
http://www.terindikasi.com/2012/05/cara-negara-cina-memberantas-korupsi.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
http://shohibustsani.blogspot.com/2012/08/ham-kontroversi-hukum-pidana-mati.html.
Diakses tanggal 25 Agustus 2013.
thanks Bray Infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id