Tulisan ini
berasal dari rangkuman atas buku Accounting Theory edisi 6 dan 7
karangan
Godfrey, diambil dari hasil rangkuman kelas sebelah (bukan tulisan
sendiri) dan tidak tercantum nama penulisnya, maka tidak saya tulis nama
penulis tersebut. Karena bermanfaat maka saya upload..selamat membaca..
Historical Cost
Historical Cost
A. Tujuan Akuntansi
Seiring dengan pertumbuhan dunia
usaha, informasi akuntansi mempunyai peran yang signifikan sebagai sumber
informasi tentang sebuah perusahaan.Salah satu alasannya adalah bentuk badan
usaha sebuah bisnis yang besar menyebabkan pemisahan antara kepemilikan dan
pengawasan. Pemisahan ini menjadikan pemilik seperti pihak luar dari sebuah
perusahaan yang memiliki akses terbatas atas informasi-informasi internalnya.
Oleh karena itu, akuntabilitas menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam
proses pelaporan.
Tujuan penggunaan historical cost
accounting menekankan hubungan “kontrak” antara perusahaan dan pihak yang
menyediakan sumber informasi tersebut. Hal ini membuat manajemen bertanggung
jawab atas penggunaan asset dalam operasi perusahaan dan dampaknya terhadap
nilai bersih as-set. Tanggung jawab manajemen tersebut dituangkan dalam bentuk
laporan keuangan.
Kritikus historical cost
berpendapat bahwa laporan ekuitas yang hanya memperhatikan biaya historis saja
tanpa memperhatikan perubahan nilai asset dan kewajiban akan menyesatkan dan
menghasilkan kebijakan dividen yang tidak tepat.
Berdasarkan akuntansi
konvensional, ‘net worth’ adalah pengukuran yang tidak relevan. Pemilik
perusahaan hanya ingin mengetahui hasil investasi mereka pada perusahaan. Maka
dari itu fungsi akuntan yang paling penting bukanlah menunjukkan ‘net worth’
pemilik melainkan menunjukkan profit.
Dalam sistem historical cost, isu paling utama berkaitan
dengan pengukuran dan pelaporan profit dalam hubungannya dengan net asset yang
digunakan.
Profit dalam metode biaya historis
Dalam pandangan akuntansi tradisional:
a.
Income adalah capaian perusahaan selama satu
periode.
b.
Expense adalah usaha yang dilakukan
c.
Profit adalah efektivitas perusahaan sebagai
unit operasi.
Hubungan antara perubahan nilai
asset dan kewajiban sebagai konsekuensi aktivitas operasi dijabarkan dalam
Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statement
sebagaimana dijelaskan dalam definisi expense dan income berikut:
1.
Income adalah kenaikan manfaat ekonomis selama
satu periode akuntansi berupa penam-bahan asset atau menurunnya kewajiban
sehingga menghasilkan kenaikan ekuitas.
2. Expense adalah penurunan manfaat ekonomis selama
satu periode akuntansi berupa berkurangnya asset atau bertambahnya kewajiban
sehingga menghasilkan penurunan ekuitas.
FASB menyesal pernah menggunakan
istilah ‘revenue-expense view’ dan ‘asset-liability view’ karena sekarang
istilah tersebut disalahartikan sebagai historical cost accounting dan current
value accounting.
Cost attach
theory
Penganut paham ekonomis
berargumen bahwa pengukuran suatu biaya dalam akuntansi tidak selalu tepat,
terutama dalam menetukan biaya produksi untuk perusahaan manufaktur. Akuntan
tradisional meyakini bahwa penggunaan historical cost dan pengalokasian nilai
dapat diterima meski biaya penggantiannya naik. Sebagai balasan atas argumen
paham ekonomis tersebut, disusunlah cost attach theory. Dalam teori ini
terdapat 2 jenis biaya:
a.
Displacement cost (opportunity cost) adalah
biaya yang sudah dikorbankan.
b.
Embodied cost (absorption cost) adalah biaya
yang berkaitan dengan faktor produksi
dan yang harus dilakukan untuk menyediakan input. Dengan kata lain,
biaya ini adalah biaya yang melekat pada sesuatu. Total biaya yang melekat ini tidak
merepresentasikan nilai dari sebuah produk, tapi total usaha yang dilakukan
untuk memproduksinya.
Penganut teori akuntansi
tradisional sering menyatakan bahwa akuntansi bukanlah sebuah proses penilaian
melainkan pengalokasian biaya. Sementara itu penganut paham ekonomis menolak
teori ini karena mereka hanya meyakini satu jenis biaya saja yaitu opportunity
cost.
Flow of
cost
Akuntan harus terus melacak
aliran biaya, terutama karena adanya cost attach. Akuntan juga harus menentukan
mana biaya yang sudah ‘expired’ untuk ditandingkan dengan income pada income
statement dan mana biaya yang masih belum ‘expired’ untuk dimunculkan pada
neraca sebagai asset. Oleh karena itu, alokasi biaya menjadi kunci utama
akuntansi konvensional.
B.
Pertahanan Biaya Historis
Penggunaan biaya historis pada akuntansi konvensional telah diserang
oleh banyak pihak. Yang mempertahankan biaya historis menyajikan argumen
berikut untuk mendukung posisi mereka:
1. Biaya historis relevan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Sebagai manajer yang membuat
keputusan mengenai komitmen masa depan, mereka mem-butuhkan data transaksi masa
lalu. Mereka harus dapat melakukan review atas upaya masa lalu mereka dan
ukuran dari upaya ini adalah biaya historis.
2. Biaya historis didasarkan
pada transaksi yang aktual, bkn hanya transaksi yang mungkin terjadi.
Dalam akuntansi biaya
historis, dilakukan pencatatan atas transakasi yang aktual. Oleh karena itu
disediakan sebuah pencatatan untuk mendukung angka-angka yang disajikan pada
laporan keuangan.
3. Sepanjang sejarah, laporan keuangan
berdasarkan biaya historis telah berguna.
Mautz menyatakan:
Jika orang-orang yang membuat keputusan manajemen dan investasi belum
menemukan bahwa laporan keuangan berdasarkan biaya historis berguna selama
bertahun-tahun, peru-bahan akuntansi akan sejak lama dibuat.
4. Pemahaman terbaik konsep profit adalah
kelebihan dari harga jual terhadap harga perolehan/ historical cost.
Gagasan profit diterima sebagai ukuran keberhasilan kinerja. Mautz
menyatakan bahwa mengejar keuntungan mengharuskan penggunaan waktu yang cukup,
tempat dan bentuk yang ditambahkan ke bahan, produk atau jasa yang dibeli
sehingga mereka bisa dijual di atas biaya. Keputusan mengenai apakah akan
melanjutkan lini produk atau divisi atau pabrik ter-gantung untuk sebagian
besar pada apakah ada sebaran yang menguntungkan antara pen-dapatan dan biaya.
5. Akuntan harus menjaga integritas data
mereka terhadap modifikasi internal.
6. Seberapa bergunanyakah informasi keuntungan berdasarkan
biaya saat ini atau exit price?
Apakah berguna untuk menunjukkan keuntungan sebagai kenaikan nilai
suatu aset yang dimiliki perusahaan yang tidak berniat untuk dijual?
7. Perubahan harga pasar dapat diungkapkan
sebagai data tambahan.
Dalam banyak kasus, para pendukung biaya historis berpendapat bahwa
biaya historis tidak memiliki perbedaan yang material dengan current cost.
Tambahan data pada harga saat ini adalah cara yang praktis dan efisien dalam
berhadapan dengan informasi tersebut tanpa harus bergeser dari basis biaya
historis ke basis current cost.
8. Tidak ada bukti yang cukup untuk
membenarkan penolakan terhadap akuntansi biaya historis.
Akuntan tradisional berpendapat bahwa tidak ada bukti empiris yang
meyakinkan yang menunjukkan bahwa informasi biaya saat ini atau informasi
akuntansi exit price lebih berguna daripada informasi biaya historis. Sebagian
besar studi penelitian menunjukkan bahwa data biaya saat ini tidak memberikan
banyak informasi dibanding data biaya historis.
Bukti
Tentang Kegunaan Data Akuntansi
a. Petunjuk Pertama
Salah satu jalan adalah dengan
fokus pada laporan keuangan dan menentukan apakah infor-masi yang memadai
diungkapkan. Dalam meninjau bukti empiris pada aspek ini, Dyckman, Gibbins dan
Swieringa menemukan 3 pendekatan keseluruhan yang digunakan oleh penyidik.
Salah satunya adalah untuk mengevaluasi cara pengguna menganalisis laporan
keuangan, berdasarkan wawancara dengan mereka. Pendekatan lain adalah untuk
memastikan persepsi dan opini kelompok kepentingan tertentu, seperti analis
keuangan. Pendekatan ketiga adalah untuk memastikan jumlah informasi yang
dilaporkan pada item tertentu yang dianggap penting. Para penulis menyimpulkan
bahwa penelitian tentang kecukupan pengungkapan menunjukkan bahwa:
1) Tidak ada keinginan yang besar untuk revisi drastis atau
perubahan dalam bentuk dan isi laporan keuangan. Kebanyakan orang percaya bahwa
data yang cukup telah tersedia da-lam laporan keuangan.
2) Laporan keuangan tidak diharapkan untuk menjadi terlalu
rumit.
3) Perbedaan yang signifikan dalam pengungkapan keuangan
terjadi di antara perusahaan-perusahaan.
Secara umum, perusahaan-perusahaan
yang lebih besar, lebih menguntungkan, diaudit oleh kantor akuntan besar dan
yang sahamnya tercatat di Bursa Efek mengungkapkan informasi yang lebih banyak.
Banyak yang percaya keragaman ini sesuai dan mencerminkan kebutuhan akan
informasi yang berbeda sesuai dengan perbe-daan dalam struktur
kepemilikan/penguasaan perusahaan.
b. Petunjuk Kedua
Cara lain untuk menemukan apakah
data akuntansi berguna adalah untuk mengetahui efeknya pada pengambilan
keputusan. Berfokus pada laporan keuangan, Dyckman, Gibbins dan Swieringa
menemukan 3 pendekatan menyeluruh yang diambil oleh peneliti. Salah satunya
adalah meminta pengguna laporan keuangan untuk menunjukkan pentingnya item
tertentu dalam membuat keputusan investasi. Pendekatan kedua adalah untuk
mempelajari perilaku subyek yang membuat keputusan tertentu dalam situasi
laboratorium. Pendekatan ketiga adalah untuk mempelajari bagaimana laporan
keuangan yang efektif dalam
mengkomunikasikan informasi. Para penulis menyimpulkan bahwa:
1. Investor dan analis mempertimbangkan faktor-faktor
pernyataan nonfinansial, seperti kon-disi ekonomi secara umum, yang lebih
penting dalam membuat keputusan investasi.
2. Tidak ada kejelasan bahwa penggunaan laporan keuangan
mengarahkan kepada perkiraan yang lebih
baik atau keputusan yang lebih baik.
Salah satu alasan data laporan
keuangan mungkin tidak berguna bagi investor dan analis keuangan adalah bahwa
informasi tersebut sudah diketahui melalui sumber-sumber lain, sep-erti laporan
sementara dan rilis media, sebelum laporan yang dibuat tersedia untuk umum.
c. Petunjuk Ketiga
Petunjuk ketiga adalah korelasi
antara harga saham dan data akuntansi, khususnya, keun-tungan. Jika suatu item
yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor tentang nilai surat berharga,
maka ketergantungan statistik ada antara item tersebut dan harga saham.
Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari item yang
diberikan.
C. Evidence
on predictive value (bukti nilai prediktif)
Kegunaaan suatu informasi
akuntansi bagi pengambilan keputusan berhubungan dengan relevansi informasi
tersebut dalam membantu manajemen untuk mengambil keputusan tentang kejadian
yang akan datang. Informasi akuntansi
sangat berguna bagi manajemen jika informasi tersebut bisa mem-berikan gambaran
(prediksi) tentang keadaan (karakteristik) perusahaan di masa depan. Banyak
penelitian yang dilakukan tentang sifat predictive value dari informasi
akuntansi biaya historis. Hasilnya karakteristik predictive value dari suatu
informasi akuntansi dibedakan menjadi kategori sebagai berikut:
1. Laba masa lalu digunakan untuk
memprediksi laba masa depan
Penelitian dalam kategori ini adalah
penelitian empiris yang dilakukan untuk membangun model untuk menjelaskan trend
laba perusahaan. Jika hal ini bisa dilakukan, maka dapat berfungsi sebagai
dasar untuk memprediksi. Menggunakan file Compustat untuk periode 20-tahun
1947-1966, Ball dan Watts menguji 4 definisi penghasilan:
• Laba
bersih setelah pajak penghasilan
• Laba
bersih per saham
• Laba
bersih dibagi dengan total aset
• Net
sales
Kesimpulan mereka adalah bahwa
pendapatan dapat digambarkan secara statistik sebagai random walk, meskipun
definisi ketiga kurang konsisten. Dengan kata lain, estimasi terbaik dari
pendapatan masa depan adalah kinerja pendapatan saat ini dari suatu entitas.
2. Triwulanan dan
segmen data yang digunakan untuk memprediksi pendapatan tahunan
Brown dan Niederhoffer menggunakan 519
perusahaan di Compustat file sebagai sampel mereka, yang memiliki data tahunan
untuk 1961-1965 dan data kuartalan untuk 1962-1965. Mereka mencapai kesimpulan
bahwa:
1. Laporan sementara berguna dalam memprediksi pendapatan
tahunan
2. Karena kemampuan prediktif meningkat dengan setiap
laporan sementara, pasar akan mening-katkan antisipasi ketika tanggal
pengumuman laporan tahunan sudah dekat.
Coates menghasilkan kesimpulan
yang sama. Sampelnya meliputi 27 perusahaan 1945-66. Ia menemukan bahwa laporan
triwulanan yang berurutan memungkinkan untuk meramalkan laporan ta-hunan
mendatang. Bahkan pendapatan triwulan pertama adalah jelas berguna dalam
memprediksi pendapatan tahunan.
Foster berusaha untuk
menggambarkan sifat dan trend laba triwulan, penjualan dan beban. Pada
dasarnya, ini adalah model autoregressive sederhana. Dalam model
autoregressive, perubahan-perubahan dalam pendapatan berkorelasi positif. Itu
berarti jika pendapatan meningkat dalam satu periode ada kemungkinan besar
bahwa pendapatan pada periode berikutnya akan meningkat juga. Foster menyatakan
bahwa laba triwulan memiliki komponen musiman.
Dalam studi mereka, Bathke, Lorek
dan Willinger menyimpulkan bahwa kemampuan prediksi laba triwulan dipengaruhi
oleh ukuran perusahaan. Menggunakan nilai pasar dari saham biasa pada tanggal
31 Desember 1979 sebagai dasar untuk menentukan apakah sebuah perusahaan itu
besar (median US $ 1.281.000.000), menengah (median US $ 307 juta) atau kecil
(median US $ 62 juta), dan menggunakan sampel dari 109 perusahaan di New York
Stock Exchange, mereka menemukan bahwa perusahaan besar dan menengah
menghasilakn prakiraan lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh
perusahaan-perusahaan kecil.
3. Memprediksi
kesulitan keuangan
Beaver telah melakukan beberapa penelitian
tentang kemampuan rasio keuangan untuk memprediksi kegagalan. Kegagalan
didefinisikan sebagai kebangkrutan, ketidakmampuan pada pembayaran ob-ligasi,
belum dilunasinya dividen saham preffered dan rekening bank overdraw (menarik
cek lebih da-ripada uang simpanan). Sampelnya meliputi 79 perusahaan gagal dan
79 perusahaan tidak gagal yang muncul dalam Manual Industri Moody selama
1954-1964. Prosedurnya adalah untuk membandingkan model yang dikembangkan dari
satu sampel dan digunakan untuk meramal sampel lain. Kes-impulannya adalah
bahwa berdasarkan pada pengetahuan tentang rasio keuangan, status kegagalan
perusahaan dapat diprediksi secara benar.
Sebagai contoh, satu tahun
sebelum kegagalan, rasio cash flow to total debt hanya 13% dari pe-rusahaan
sampel. Lima tahun sebelum kegagalan, rasio yang sama missclasified hanya 22%
dari pe-rusahaan. Kesimpulan lain adalah bahwa investor mengenali dan
menyesuaikan diri dengan posisi solvabilitas baru perusahaan gagal. Perubahan
harga saham biasa terjadi karena investor mengandal-kan data rasio keuangan
sebagai dasar penilaian mereka. Mereka menggunakan informasi rasio sedemikian
rupa sehingga harga pasar menjadi terpengaruh. Beaver juga menyimpulkan bahwa
rasio aset nonliquid (arus kas-total utang, laba bersih-total modal, total
utang total aset) adalah prediktor yang lebih baik untuk kegagalan dari rasio
aset likuid (seperti rasio lancar).
Ohlson merumuskan model yang
didasarkan pada data dari periode 1970-1976. Dia menyimpulkan bahwa 4 faktor
dasar yang signifikan dalam mempengaruhi probabilitas kegagalan: ukuran
perusahaan, struktur kinerja, keuangan dan likuiditas saat ini. Kemampuan
prediksi dari model nya lebih rendah dibandingkan dalam penelitian lain. Ohlson
percaya bahwa kekuatan prediksi dari model dalam penelitian lain mungkin telah
berlebihan karena studi sebelumnya sering diasumsikan (salah) dari laporan
keuangan untuk tahun pailit tersebut diungkapkan sebelum pengajuan
kebangkrutan.
4. Memprediksi arus kas
masa depan
Salah satu kelompok pengguna laporan keuangan
adalah investor. Nilai investasi mereka adalah nilai sekarang dari arus kas
masa depan mereka melalui perusahaan. Karena itu cukup beralasan bahwa jika
laba biaya historis adalah prediktor yang baik dari arus kas masa depan, maka
data laba itu berguna untuk investor. Bukti dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan biaya historis berguna dalam memprediksi arus kas
masa depan.
Studi yang dilakukan oleh Bowen,
Burgstahler dan Daley (1987) dan Wilson (1986) menemukan bahwa arus kas masa
lalu dari operasi kurang berkorelasi dengan pendapatan yang dilaporkan jika
dibandingkan dengan pendanaan dari operasi. Bowen, Burgstahler dan Daley (1987)
menggunakan sampel dari 324 perusahaan AS dengan laporan keuangan yang 1.971-8
untuk menemukan bahwa:
• laba
tahunan dan pendapatan tahunan ditambah depresiasi adalah sangat terkait (r =
0,94)
• pendapatan
tahunan dan pendanaan tahunan dari operasi adalah sangat terkait (r = 0,75)
• pendapatan
tahunan dan arus kas tahunan dari operasi kurang berkorelasi (r = 0,22)
Seperti yang bisa diharapkan dari
korelasi tersebut, pendanaan tahunan dari operasi tidak lebih baik sebagai
prediktor dari arus kas masa depan jika dibandingkan pendapatan tahunan
(Burgstahler dan Daley. 1987). Namun, Burgstahler dan Daley menemukan bahwa
model dengan menggunakan variabel arus kas adalah umumnya prediktor lebih baik
dari arus kas masa depan daripada penghasilan atau pendanaan dari operasi.
Seberapa
objektifkah biaya historis?
Tidak dapat dipungkiri bahwa
biaya yang sebenarnya dikeluarkan adalah lebih objektif dan konkrit dalam
pengukuran nilai suatu aset dibandingkan dengan perkiraan jumlah uang yang akan
diterima andaikan aset tersebut dijual saat ini (fair value). Biaya akuisisi
(historical cost) lebih meng-gambarkan kenyataan yang ada dibandingkan dengan harga
pasar yang berlaku saat ini.
Namun perlu diingat bahwa dalam menilai objektivitas biaya historis,
harus diasumsikan bahwa transaksi akuisisi atas sebuah
aset di masa lalu terjadi secara fair (tidak terdapat hubungan istimewa antara
penjual dan pembeli sehingga harga transaksi yang disepakati saat itu
benar-benar menc-erminkan harga pasar sebenarnya atas aset tersebut).
Selain itu juga perlu diingat
bahwa biaya akuisisi atas suatu aset tidak hanya yang tercantum dalam invoice
saja, melainkan meliputi seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menjadikan aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diharapkan dan
siap digunakan oleh perusahaan. Sebagai contoh dalam pengukuran biaya
persediaan, beberapa elemen biaya tersebut diantaranya:
1. Cost of purchase: terdiri dari harga beli, pajak
pembelian, transportasi, handling dan biaya lainnya yang terkait langsung
dengan proses pembelian persediaan. Diskon dan rabat menjadi pengurang dari
biaya persediaan tersebut.
2. Cost of convertion: merupakan biaya yang secara langsung
berhubungan dengan unit produksi, contohnya biaya direct labor dan overhead
pabrik yang dialokasikan dalam rangka proses produksi raw material menjadi
barang jadi.
3. Other costs: biaya-biaya lain yang diperlukan dalam
rangka menjadikan persediaan pada lokasi dan kondisi yang diharapkan.
Oleh karena itu dalam akuntansi
biaya historis, basis pengukuran yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan
dalam neraca adalah biaya historis. Kieso dan Weygandt menjelaskan prosedur
perhi-tungan biaya persediaan sebagai berikut: “Charges directly connected with
the bringing of goods to the place of
business of the buyer and converting such goods to saleable condition
are accepted as proper inventoriable cost”.
Namun dalam prakteknya banyak terjadi
perbedaan dalam penerapan aturan mengenai penguku-ran biaya historis. Banyak
hal yang terjadi di lapangan yang belum diatur secara jelas dalam standar
akuntansi keuangan mengenai penerapan biaya historis sehingga diperlukan
professional judgement dalam menentukan cost dari suatu aset pada saat
akuisisi.
Pertanyaan terkait
mengkapitalisasi atau membebankan pengeluaran juga mempengaruhi biaya suatu
aset. Untuk beberapa item jawabannya sudah jelas, tetapi untuk lain tidak. Jika
interior sebuah bangunan kantor dicat, sebaiknya pengeluaran harus
dikapitalisasi atau dibebankan? Haruskah biaya atau penataan ulang peralatan
dikapitalisasi atau dibebankan?.
AAS 13 dan AASB 1.011
mengharuskan biaya penelitian dan pengembangan dibebankan pada saat terjadinya.
Mengingat sifat penelitian dan pengembangan, itu akan sesuai dalam kebanyakan
kasus jika mereka segera dibebankan. Atas dasar ini, jika penelitian dan
pengembangan pada akhirnya menghasilkan paten, maka biaya paten hanya terdiri
dari biaya hukum yang terlibat. Apakah ini benar-benar biaya paten?
Salah satu isu akuntansi utama
yang timbul sehubungan dengan aset tidak lancar bukanlah mengenai apakah mereka
memenuhi syarat sebagai aset atau tidak, tapi apa yang harus dimasukkan sebagai
bagian dari biaya mereka, seperti yang dilaporkan dalam neraca. Mayoritas aset
tidak lancar dalam neraca Australia dicatat sebesar harga perolehan yang telah
disusutkan. Namun, perhitungan penyusutan melibatkan penilaian subyektif dalam
menentukan baik kehidupan manfaat aset dan mem-perkirakan nilai sisanya. Ini
tidak bisa dianggap obyektif karena mereka masih akan terjadi di masa de-pan.
Selanjutnya, adalah praktek umum di Australia dalam bisnis untuk menilai
kembali nilai dari be-berapa atau seluruh aset tidak lancar mereka. Penilaian
ini dapat menyebabkan revaluasi atau deval-uasi aset tidak lancar yang dipilih.
“Jumlah yang dapat dipulihkan
‘sebagai jumlah bersih yang diharapkan untuk dipulihkan melalui arus kas masuk
dan arus kas keluar yang timbul akibat penggunaan dan pembuangan selanjutnya
dari aset. Dengan demikian, konsep ‘jumlah terpulihkan’ memperhitungkan nilai
aset dari penggunaan yang terus menerus dan pembuangan selanjutnya. Perkiraan
harus dibuat untuk arus kas masa depan dari aset, serta harga jual selanjutnya.
Standar ini tidak menyebutkan, apakah arus kas ini harus diabaikan atau tidak,
atau apa tingkat diskonto harus atau dapat digunakan. Akuntan memiliki
kewenangan yang cukup untuk nilai di mana aset tersebut dicatat dalam neraca.
Banyak perusahaan yang enggan untuk
menuliskan nilai aset karena mereka tidak yakin apakah penurunan bersifat
permanen. Di sisi lain, ada pula yang ingin melakukannya dalam rangka untuk
me-ringankan beban masa mendatang dari biaya-biaya. Hal ini sering disebut
sebagai ‘taking a bath’, di mana semua akrual yang negatif berdampak pada
keuntungan yang dimuat dalam satu periode keu-angan.
D. Kritik Terhadap Akuntansi Biaya Historis
Walaupun telah lama digunakan
dalam praktik akuntansi, akuntansi biaya historis tetap saja menuai banyak
kritikan. Akuntansi biaya historis memang memberikan beberapa manfaat dalam
praktik akuntansi, namun pendekatan ini juga mempunyai beberapa kelemahan.
Kritik atas akuntansi biaya historis sebagian besar datang dari para pendukung
current cost accounting. Berikut merupakan be-berapa poin kritik terhadap
akuntansi biaya historis:
1. Menyediakan
informasi dalam rangka melaksanakan fungsi penatagunaan (stewardship func-tion)
manajemen merupakan interprestasi yang terlalu sempit atas tujuan akuntansi
Dalam akuntansi biaya historis
atau akuntansi konvensional, tujuan untuk menyediakan infor-masi yang berguna
untuk pengambilan keputusan ekonomi diperlukan untuk memberikan informasi
tentang fungsi penatagunaan manajemen (stewardship function). Meskipun
bermanfaat, hal tersebut merupakan interprestasi yang terlalu sempit dalam
melihat tujuan akuntansi. Tujuan utama akuntansi adalah untuk memenuhi
kebutuhan para pengguna untuk membuat keputusan. Investor tidak hanya
berkepentingan dalam mengetahui berapa nilai yang mereka investasikan pada
perusahaan, tidak hanya tertarik pada fungsi penatagunaan (stewardship function) manajemen, namun
mereka juga tertarik untuk mengetahui kenaikan atau penurunan nilai investasi
mereka seperti yang tersaji dalam net asset perusahaan. Mereka juga menghendaki
untuk membuat prediksi mengenai arus kas perusahaan di masa depan. Oleh
karenanya, penting untuk menerapkan pendekatan yang melihat ke depan (a
forward-looking), yang dapat memberikan informasi lebih relevan, daripada hanya
menyajikan informasi di masa lampau. Semakin terkini informasi maka semakin
objektiflah in-formasi. Oleh karenanya, menggunakan biaya historis tidaklah
logis untuk memenuhi tujuan akuntansi.
Akuntansi biaya historis gagal
dalam fungsinya memberikan informasi yang objektif. Banyak keputusan mengenai
pencatatan, pengukuran, dan pelaporan informasi yang jauh dari objektif dan
rentan manipulasi.
2. Akuntansi biaya
historis, meskipun bermanfaat, namun tidak cukup untuk mengevaluasi keputusan
bisnis, pernyataan biaya historis mengaitkan pada barang/jasa (cost attach
theory) hanyalah fiksi.
Pendukung akuntansi biaya
historis berpendapat bahwa manajer membutuhkan data biaya his-toris untuk
mengevaluasi keputusan masa lalu mereka. Namun, kebenaran suatu keputusan masa
lalu haruslah dipastikan dengan apa yang terjadi di pasar. Suatu penilaian yang
pantas atas kepu-tusan masa lalu memerlukan suatu bagian dari total laba dalam
periode yang diberikan antara laba dari operating activities dan laba dari gain
or losses terkait dengan holding asset and liabilities saat harga berubah. Laba
operasi dan holding gain harus dipisahkan ke dalam elemen yang diperkirakan dan
tidak diperkirakan.
Biaya historis mempunyai manfaat,
akan tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi keputusan bisnis. Ketika aset
diperoleh, biaya historis adalah tepat karena nilainya mengacu pada kejadian
saat ini (mutakhir). Akan tetapi, segera setelah periode akuisisi lewat, nilai
ini tidak lagi mutakhir dan oleh karenanya tidak lagi logis.
Laba dalam tahun berjalan
seharusnya menggambarkan kenaikan bersih dalam nilai modal pe-rusahaan untuk
tahun tersebut. Modal dapat didefinisikan sebagai kemampuan beroperasinya
pe-rusahaan (keampuan perusahaan untuk tetap berproduksi) atau sebagai
purchasing power perus-ahaan (kemampuan perusahaan untuk bertransaksi di
pasar). Jika modal merupakan kemampuan operating perusahaan, maka laba
merupakan perubahan dalam kemampuan operating perusahaan selama suatu periode
pelaporan yang merupakan jumlah yang dihasilkan setelah memelihara modal fisik
perusahaan. Informasi ini berguna bagi keputusan yang fokus pada kemampuan
perusahaan untuk menjaga produksi dan untuk bersaing dengan yang lain dalam
industri di masa depan. Jika laba merupakan perubahan dalam kemampuan membeli
(puchasing power), konsep modal yang sedang dipertahankan merupakan modal
finansial yang diukur pada harga saat ini. Sekali lagi, in-formasi ini berguna
karena menghasilkan informasi yang memperhatikan perubahan dalam kapasi-tas
perusahaan di masa depan untuk bertransaksi di pasar.
Sedangkan, laba dalam akuntansi
biaya historis tidak memiliki interprestasi prospektif melainkan restropektif.
Modal dianggap sebagai nominal dollar investasi pada perusahaan bukan daya beli
(purchasing power) investasi tersebut. Setelah tahun akuisisi, biaya historis
tidak berhubungan dengan kejadian pada tahun tersebut. Prosedur akuntansi
menciptakan fiksi untuk percaya bahwa biaya historis berhubungan dengan operasi
saat ini. Untuk menyandingkan biaya historis terhadap pendapatan sekarang tidak
ada pembagian total laba ke dalam laba operasi dan holding komponen.
Biaya historis menyajikan laba
terlalu tinggi saat harga-harga naik karena mengoffset biaya his-toris dengan
pendapatan sekarang (inflasi). Hal tersebut dapat mengarah pada pengurangan
capital tanpa disadari dimana capital didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan
untuk memproduksi, bertransaksi, atau sebaliknya beroperasi ke masa depan.
Angka laba berdasarkan biaya historis dapat memperdaya manajemen lebih luas
lagi bahwa dividen yang dibayarkan dapat melebihi laba “real” tahunan dan
menghilangkan basis modal.
3. Basis biaya historis
yaitu going concern tidaklah realistis
Salah satu pembelaan penggunaan
biaya historis adalah prinsip going concern dimana menganggap umur perusahaan
adalah tidak dapat ditentukan sehingga ekspektasi normal mengenai item non moneter
akan terpenuhi. Inventori diperkirakan akan terjual, dan non current asset akan
sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, biaya historis dari aset,
atau bagian yang dialokasikan, merupakan jumlah yang tepat ditandingkan dengan
revenue. Penggunaan non current asset, bukan kemungkinan penjualan atau
pembelian, adalah relevan. Namun, pada kenyataannya tidak ada bisnis yang
berlangsung “tidak pasti” ke masa depan. Jadi, akan lebih beralasan untuk
mengasumsikan penghentian daripada keberlangsungan.
4. Penggunaan konsep
penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan ter-percaya.
Konsep penandingan menyatakan
bahwa ketika revenue dihasilkan, dan beban yang timbul da-lam menghasilkan
revenue, ditandingkan dengan revenue untuk mendapatkan laba. Sering,
non-current asset digunakan untuk menghasilkan revenue. Misalnya, depresiasi
dibebankan untuk me-nandingkan biaya penggunaan aset dengan revenue yang
dihasilkan dari aset tersebut. Hal ini merupakan teori pengaitan biaya yang
menghubungkan biaya historis dengan nilai dari jasa.
Akuntansi konvensional menekankan
pada penentuan apakah biaya dapat dikurangkan dari revenue pada periode saat
ini atau ditangguhkan pada periode mendatang. Keputusan tersebut berdasarkan
pada konsep penandingan. Kritik terhadap biaya historis muncul bahwa
penandingan tidak memerlukan konsep pendapatan untuk berfungsi sebagai dasar
untuk penilaian tersebut. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, penandingan
biaya dan revenue tidak mungkin dipraktekkan. Penandingan adalah sebuah proses
untuk keputusan acak yang harus dibuat daripada analisis yang konsisten. Hal
ini seperti menilai kontes kecantikan dimana juri memberikan suara berdasarkan
penampilan masing-masing kontestan untuk menentukan pemenang, karena tidak ada
aturan penetapan yang dibuat untuk menentukan kecantikan, sama seperti karena
tidak ada yang digunakan untuk menentukan konsep penandingan yang pantas.
Selain itu, konsep penandingan dan alokasi khusus biaya tidak dapat dibenarkan
yaitu tidak dapat diverifikasi dan disanggah. Tidak ada cara untuk memilih
metode lain kecuali secara arbitrari.
Konsep penandingan konvensional
meletakkan neraca dalam posisi kedua setelah laporan rugi laba. Karena
akuntansi biaya historis lebih memfokuskan pada net profit, maka neraca hanya
dipandang sebagai ringkasan saldo yang dihasilkan setelah menghitung laba. AASB
berpendapat bahwa penggunaan konsep penandingan dapat mengarah pada volatilitas
dalam menghasilkan laporan dan profit smoothing selama periode pelaporan yang
berbeda. Penggunaan konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang
relevan dan terpercaya. Hal ini membawa pada kritik bahwa konsep ini bias
terhadap neraca dimana laporan rugi laba meletakkan neraca pada po-sisi kedua.
5. Akuntansi biaya
historis hanya menduga kebutuhan investor yang tertarik pada analisa pasar
bukan intelligent investor yang tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi pada
perusahaan
Akuntansi biaya historis yang
memfokuskan pada penentuan net profit menyebabkan penyim-pangan dan
penyembunyian atas pengungkapan penting perusahaan. Hal ini dikarenakan tujuan
akuntansi konvensional telah disalah artikan, dimana akuntan terlalu
berpandangan sempit akan kebutuhan investor dan menerima cara lama dalam
menganalisis perusahaan dan sahamnya. Akuntansi konvensional fokus pada
memenuhi kebutuhan investor yang tertarik pada analisa pasar/ psikologi pasar
yang tidak menaruh perhatian penuh pada apa yang sebenarnya terjadi pada
pe-rusahaan. Akuntansi konvensional memandang bahwa prosedur mendasar dalam
analisis perus-ahaan, yang menekankan pada profit dan dividen, merupakan
pendekatan yang tepat untuk semua perusahaan. Tetapi pendekatan ini terbatas
oleh beberapa alasan. Salah satunya adalah bahwa neraca tidak melaporkan
seluruh asetnya.
Akuntansi seharusnya memberikan
informasi untuk investor canggih dan pintar yang tertarik pada apa yang
sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Investor tertarik pada nilai. Praktek
auntansi konvensional menekankan pada tingkat pengembalian saat ini dibanding
profitabilitas jangka panjang dan investor diasumsikan naif. Hal ini mendorong
kretivitas pelaporan keuangan yang memungkinkan penyimpangan data yang
dilaporkan seperti aset dan revenue yang dilaporkan lebih tinggi atau beban dan kewajiban yang dilaporkan lebih
rendah.
6. Munculnya beberapa
peraturan, standar akuntansi dan exposure draft yang menyerang teori akuntansi
biaya
Untuk beberapa tahun, telah
terjadi perpindahan dari pelaporan dengan akuntansi biaya historis. Khususnya,
beberapa peraturan, standar akuntansi, dan exposure draft diterbitkan oleh
Australian standard yang menandakan berkahirnya pelaporan dengan akuntansi
biaya historis. Misalnya, AASB 1023 General Insurance Contract (Juli 2004) dan
IAS 39/AASB 39 Financial Instrument: Recognition and Measurement (Juli 2004)
yang merekomendasikan penggunaan market value untuk aset, dan beberapa standar
lainnya.
AASB
menyatakan bahwa pengukuran aset berdasarkan net market value dan pengukuran
kewajiban berdasarkan present value memberikan informasi yang lebih relevan
kepada pengguna mengenai sumber daya perusahaan daripada basis pengukuran
dengan menggunakan biaya histor-is. Hal ini konsisten dengan apa yang
disyaratkan dalam kerangka konseptual yang mana lebih mengedepankan pendekatan
yang memandang ke masa mendatang (forward looking approach) dan karakteristik
kualitatif laporan keuangan yang terdapat pada kerangka konseptual. AASB fokus
pada apakah:
- laporan keuangan untuk tujuan
umum akan memberikan informasi yang memperhatikan kegunaan pada pengguna untuk
membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang langka.
- laporan disajikan dalam hal
mana membantu melaksanakan akuntabilitas manajemen dan majelis peraturan.
- informasi pada laporan adalah
relevan, terpercaya, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
Menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat
(http://www.petra.ac.id/~puslit/journals), kelemahan penggunaan nilai historis,
antara lain:
1. Adanya pembebanan biaya yang
terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu
akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan
beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut,
2. Nilai aktiva yang dicatat
dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan
perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi
perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing
yang dikuasai persahaan se-hingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih
kurs yang tepat,
3. Alokasi biaya untuk
depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba
di-hitung terlalu besar,
4. Laba/rugi yang terjadi yang
dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable
monetary unittersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya
beli uang yang sedang berlangsung,
5. Perusahaan tidak akan
memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibal-isme
terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembangian laba
yang lebih besar daripada semestinya,
6. Menyalahi mathematical
principle karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu,
dan
7. Di samping hal-hal di atas
akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan
pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya stable monetary
unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar