
Tapi tahu tidak, kalau kita cermati, terkadang
ada cerita-cerita sejarah yang membingungkan dan tidak bisa diambil
kesimpulan mana yang benar dan yang salah.
Kita ambil contoh Sejarah tentang peristiwa G-30
S PKI, di era Orde Baru dan era Reformasi memiliki sudut pandang dan cerita
yang berbeda-beda. Pada era Orde Baru menyatakan bahwa Soekarno yang bersalah,
sedangkan pada era Reformasi justru menyatakan bahwa Soekarno lah pahlawan yang
sebenarnya. Apa yang sebenarnya terjadi, manakah yang benar, apakah ilmu-ilmu
sejarah lain yang kita peroleh selama ini juga diperlakukan sama yaitu
dijabarkan sesuai dengan siapa yang berkuasa, bukan berdasarkan kebenaran yang
ada??
Kalau memang benar seperti itu, berarti sama saja
kita dibodohi dan dihasut. Tujuan kita belajar sejarah adalah agar kita bisa
mengambil hikmah dari peristiwa itu. Kita dapat menjadikan sejarah sebagai
pengalaman, agar kedepannya tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan oleh pendahulu kita dan menjadikan kesuksesan-kesuksesan yang sudah
dilakukan pendahulu kita sebagai teladan untuk penerusnya.
Tetapi jika sejarah itu diputar balikkan
seperti peristiwa G-30 S PKI di atas, bisa jadi ketika kita meneladani
orang-orang yang dianggap pahlawan pada era tertentu, sebenarnya kita sedang
meneladani penghianat negara dan sebaliknya. Masya Allah.
Sama halnya dengan berita yang disampaikan oleh
media massa. Berita seharunya memuat informasi tentang apa yang baru terjadi,
sedang terjadi dan informasi lainnya yang memang benar adanya, baik untuk
disampaikan dan berimbang.
Apa kaitannya berita dan sejarah yang diputar
balikkan?
Yap, kalau kita cermati, ternyata terkadang
berita juga disampaikan tergantung pada siapa yang memiliki media massa
tersebut, sama seperti sejarah yang disampaikan tergantung pada siapa yang
berkuasa.
Jika kita jeli, kita bisa melihat media massa
(baik elektronik maupun cetak) yang sudah berbau politik, pasti beritanya tidak
berimbang. Demi kepentingan politik, terkadang media massa tersebut
menyampaikan informasi yang membesar-besarkan satu pihak atau menjelek-jelekkan
pihak lain. Terkadang media tersebut membesar-besarkan hal kecil dan
mengecilkan hal yang sebenarnya besar. Bahkan informasinya diulang-ulang terus
seolah-olah tidak ada informasi lain yang lebih penting dari informasi itu,
seolah-olah tidak ada peristiwa lain yang perlu di informasikan.
Sebenarnya apa yang terjadi? seharusnya berita
dan sejarah adalah sumber ilmu. Jika terus seperti ini, maka saya yakin
masyarakat akan menjadi bodoh dan memiliki wawasan yang sempit karena hanya
memperoleh informasi yang tidak berimbang dan terus diulang-ulang sampai lupa
masalah lain.
Jika masyarakat bodoh, maka kita akan kembali ke masa sejarah kelam dulu, dimana negara kita masih berisi masyarakat yang bodoh. Sejarah kelam adalah baik untuk dikenang bukan untuk diulang.
Ayolah, sampaikan informasi yang mencerdaskan
bukan malah menjerumuskan, informasi yang bermanfaat yang akan mebawa hal-hal
baik bagi masyarakat. Karena Jika masyarakat cerdas maka negara akan maju.
By : Bayu Dwi Nurcahyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar